Jumat, 29 April 2011

Biru - Orange


“Halo. Apa kabar?”

“Er, baik. Kamu terasa… asing”

“Oh, salahku. Aku lupa mengenalkan diri.
Hai, aku Orange.
Salam kenal.
Senang bertemu denganmu.
Dan, siapa namamu?”

“Aku Biru.
Kamu bicara terlalu banyak untuk orang yang baru saja memperkenalkan diri”

“Dan kamu bicara terlalu sedikit untuk orang yang baru saja berkenalan”

“Ng?
Sejak kapan kamu tiba?”

“Cukup lama untuk melihat wajahmu saat berkelana ke alam mimpi”

“APA?!”

“Kamu lucu juga kalau lagi ngiler”

“Sialan.
Kenapa tidak kamu bangunkan?
Kamu sengaja ingin bikin aku malu?
Iya?
Dasar tidak sopan”

“Santai dong,
Tadi dengkuranmu keras sekali.
Aku tak mungkin membangunkan orang yang ngorok sedahsyat itu”

“Oh sudahlah.
Bisakah kita lewati saja pembicaraan konyol ini?”

“Kamu yang konyol, Tuan Biru,
Lihat rona wajahmu.
Semburat begitu”

“Berhenti menahan senyum begitu!
Memangnya apa yang menggelikan?
Lagipula ini bukan rona, hanya bintik-bintik”

“”Bintik-bintik?
Belajar berkelit itu tidak mudah lho.
Butuh waktu seumur hidup.
Terutama berkelit dariku”

“Tutup mulut besarmu, Nona Banyak Bicara,
Sejarang, jika kamu tidak keberatan,
Tinggalkan aku.
Aku ingin sendirian”

“Sayangnya aku keberatan”

“Keras kepala”

“Aku anggap itu pujian. Terima kasih”

“Huh, pemuja diri sendiri”

“”Begitulah mereka memanggilku”

“Baik, baik, kamu dapat perhatianku.
Sekarang, apa maumu?”

“Tidak mau apapun.
Aku Cuma ingin begini saja.
Duduk, dihembus angin…”

“Bah! Lagakmu seperti penyair kelas tinggi saja”

“Memang”

“……………………..”

“Mengapa diam?”

“Aku hanya tak tahu harus berkata apa.
Kadang, diam adalah hal terbaik yang harus kau lakukan”

“Ya.
Diam bukan berarti kau tak bisa bicara.
Diam artinya menunggu saat yang tepat, untuk bersuara”

“Mungkin juga itu yang sedang, pernah, dan akan kulakukan”

“Menurutmu begitu?”

“Jangan mulai melebarkan mata jadi bulat begitu.
Tingkahmu membuat aku mual”

“Terima kasih”

“Kenapa kamu selalu mengucapkan terima kasih?”

“Menampik pujian itu tidak baik.
Sebelas dua belas dengan menolak rezeki”

“Tidak ada kata lainnya?
Aku bosan mendengarnya.
Dua kata yang paling kubenci adalah maaf dan terimakasih”

“Ada, banyak.
Hei, kau membenci kata yang paling kucintai”

“Sok manis”

“Cacian adalah pujian yang dikasarkan”

“”Teori palsu. Tak beralasan. Berkacalah”

“Aku selalu berkaca. Lihat, aku berkaca lewat mata milikmu”

“Kau bercanda. Tak pernah ada kamu di mataku”

“Jangan bohong. Kalau bohong nannti giginya ompong”

“”Aku rajin menggosok gigi, kok. Lagipula aku tidak suka makanan manis”

“Sayang sekali. Padahal aku berniat mengajakmu minum teh”

“”Apa kudapannya?”

“Roti madu dan the jeruk, favoritku”

“Kurasa aku bisa mengaturnya. Ayo berangkat!”

“Tapi apakah perlu menggandengku begini?”

“Ya… Supaya kamu tidak terbang dan lepas lagi”

“Darimana kau tahu?”

“Sssssttt, sudahlah, roti dan tehnya menunggu”

“Benar juga. Yuk, rumahku yang warna oranye”

“Diam. Aku sudah tahu dari dulu”


-orange-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar