Rabu, 30 Maret 2011

5 Tahun

Dia. Siapa yang tak mengenalnya. Apalagi jika bukan karena kepandaiannya. Kabar-kabarnya, hampir semua mata pelajaran ia kuasai. Mulai dari sains kental ke pengetahuan umum. Pernah sekali aku memberanikan diri melihat nilai ujian matematikanya di papan pengumuman, dan hanya bisa menghela nafas panjang melihat sebuah nilai absolut menjadi miliknya. Pernah pula, suatu hari aku mengikuti ujian susulan bersamanya. Mentalku jatuh seketika, saat 2/5 soal masih belum kusentuh dan dia sudah melenggang saja dari ruangan. Gila.

Omong-omong, tak sedikit orang yang memuja kecantikannya lebih-lebih, dibandingkan kepandaiannya. Meski bagiku, parasnya hanyalah bonus ekstra baginya. Kepandaiannya lah yang seolah membuat pesonanya bertebaran dimana-mana. Atau boleh juga dibilang kombinasi kedua hal tersebut yang berhasil membuatnya bersinar di sekolah kami.

Dia. Yang kukenal selama 5 tahun sekolah menengahku. Yang selalu kupandang dari kejauhan, tanpa pernah sepatah katapun kami ucap, tanpa pernah satu detik waktu kami lewati bersama. Tak masalah memang. Mencintai seseorang itu hal yang tak bersyarat. Benar kan?

Tapi itu dulu. Empat bulan yang lalu dia datang menyapaku di tepi lapangan utara. Hatiku berdegup kencang. Bertanya-tanya, darimana dia mengenalku? Sebelum pertanyaan itu terjawab, dia sudah bercerita panjang lebar tentang keluarganya. Terutama ayahnya. Tapi siapa aku? Mendengar banyak hal tentang keluarganya, yang bisa saja teman sebangkunya tak pernah mendengar. Dan kamu tau apa katanya? Katanya, ayahnya baru saja menunjukkan sebuah foto kepadanya. Katanya foto itu foto saudara tirinya.
Tapi siapa kira, ternyata laki-laki di foto itu adalah orang yang selama ini kutatap di sebilah cermin. Yang kuyakini sudah hampir 5 tahun lebih mencintai saudara tirinya sendiri.

-matahari

Selasa, 29 Maret 2011

satu dua tiga

"kak, aku mau pensil yang warna merah itutuh," aku yang berumur 7 tahun merajuk sambil memelas di hadapan kakakku, charissa.
"ambil sendiri napa dek, udah gede juga."
kami adalah kakak beradik yang paling tidak akur sedunia, menurutku.
sebenernya umur kami hanya terpaut 2 tahunan tetapi si kak charissa selalu menampakkan wajah sok dewasanya jika bersamaku tapi kelakuannya amit-amit kekanakannya.
"dasar nenek peyot pelit!."
"eh bilang apa?!,sini kamu!," kak charissa mengejarku
dan terbuktilah ucapanku. kami berlarian di sekeliling rumah sampai aku terjatuh dan dia mulai mencubitiku. aku meneriakan kata ampun tapi dia masih tetap mencubitiku. sial.

aku masih ingat saat dia merasakan patah hati untuk pertama kalinya,
jujur sebenarnya aku sedih mengetahui dia harus sakit hati di bangku SMP
menurutku terlalu dini untuk merasakan apa yang namanya dikhianati
dan momen itu akan selalu kuingat,
karena disaat itulah kami benar-benar menjadi dekat
tapi di sisi yang lain aku menertawakan mimik wajahnya yang begitu lemas tak berdaya
matanya yang bengap seperti dihajar orang sekampung,
nafsu makanpun menghilang,
dan rambutnya yang berantakan seperti tak pernah mandi
hidupnya benar-benar berantakan saat itu
tapi aku sempat menertawakannya
dan begitu bersemangat menghabiskan makanannya

saat aku menerima toga kelulusanku,
orang pertama yang memelukku adalah kak charissa
aku ingat dia mengatakan, "akhirnya...sudah lama aku menunggumu memegang toga itu, kadang aku berfikir masa kamu bakal jadi mahasiswa abadi? dan syukurlah pemikiran itu salah."
"sialan, sebodoh-bodohnya aku, ga bakalan deh jadi mahasiswa abadi, emang kamu ga naik 2 semester?!."
"eh wajar dong buk, aku kan dokter sedangkan kamu orang teknik!."
kakak semakin memperjelas perbedaan kami yang begitu kontras
dia cantik, menawan, lembut walaupun terkadang berbicara sesuka udelnya,
dan dia digandrungi para pria
sedangkan aku? nyanyi lagunya bruno mars aja deh yang just the way you are

setelah kakak lulus dokter umum, kak rafi meminang kak charissa
laki-laki yang menjadi pacar kak charissa semenjak SMA
pacar kedua kak charissa
kak charissa nampak begitu cantik dengan gaun yang dia kenakan
begitu anggun, tidak terlihat seperti kak charissa yang berumur 9 tahun maupun saat SMP
"kapan nih nyusul dek, masa duluan kakak?," kak charissa kembali menggodaku
"ya jelas, kalo aku duluan malah kakak dikira ga laku!," ucapku keki.
"ga laku? kakak atau kamu?," nada jahil terlontarkan di kalimat itu
"kakaaaak!," dan aku menarik kasar baju pengantinnya.
"eh lebih mahal dari kamu nih, jangan macem-macem! panggilin rafi nyaho kamu."

dan dalam hitungan ketiga, waktu berputar begitu cepatnya
satu... dua... tiga...
sekarang aku berada di rumah sakit,
banyak selang yang menerobos daging dan peredaran darahku
aku tidak memperdulikan rasa sakit itu,
aku sedang memeluk bayi perempuan yang mungil dan cantik.
seperti damar, suamiku.
ya, ini adalah gadis kecilku yang keluar dari rahimku sendiri.
kami mendambakannya cukup lama dan akhirnya Tuhan mempercayakannya kepada kami.
damar sedang berbicara dengan dokter,
aku ditinggalkannya bersama si kecil. kemudian pintu kamarku di ketok dan terbuka, aku pikir damar.
"adekku sayang, gimana? udah ngerasa baikan? eh ini gadis yang kita tunggu-tunggu itu ya,"
itu kak charissa, dia datang bersama 2 orang anaknya yang sebenarnya tidak boleh masuk ke ruanganku
kak charissa memelukku begitu lama. aku merasakan rindu yang begitu dalam saat memeluknya. kata damar, aku sempat koma beberapa hari dan baru semalam aku mulai membuka mata.
"kami udah takut banget bakalan kehilangan kamu, dek," pelukan lama itu terlepaskan.
"sekarang kan aku ada disini kak hehe, sekarang terbayarkan kan rasa sakit dan penantian yang cukup lama," kataku sambil mengangkat buah hatiku ke arah kak charissa. kak charissa mengusap lembut pipi si kecil.
"iya, kakak pikir kamu ga bakal nikah, kan dulu kakak pernah bilang kalo kamu itu ga laku."
"eh sekarang coba kakak liat,cakepan mana damar sama rafi? ya damar dong."
"iiiihhhh sebel deh. coba sini aku gendong."
aku memberikan si kecil ke gendongan kakakku. dan dua makhluk kecil yang lain mulai mengerubungi kak charissa.
"ma ini adeknya dona ya."
"bukan,itu adeknya doni!."
"bukan kak! ini adeknya dona!, lihat deh cantiknya kan kaya dona kalo ganteng baru kaya kamu."
"udah deh kalian ini, tantemu lagi butuh ketenangan, ini adeknya kalian semua. kalian harus jagain adek kalian ini dari segala bahaya, nemenin waktu sendirian, kasih nasehat waktu hilang arah, dan yang terpenting selalu ada waktu dia butuhin temen."
sesaat aku merasakan sesak yang begitu dalam, kakak selama ini selalu seperti itu padaku
persis dengan yang dia omongkan. walaupun kami tidak terlalu akur tapi dia selalu ada saat aku membutuhkan bantuan

saat menyelesaikan skripsi dia yang selalu menemaniku setiap malam begadang walaupun alasannya dia memiliki tugas tambahan karena mengulang sebuah mapel tapi itu hal yang mustahil karen IPnya selalu diatas rata-rata
saat mempersiapkan pernikahan dia yang memesankan katering, pakaian pernikahan, sampai ke resepsi pernikahan, kakak bagaikan wedding organizer saat itu
saat menjalani program untuk kehamilanku kakak yang membantu mencarikan informasi dan mengantarkanku kemana-mana walaupun dia sudah berkeluarga tapi dia selalu menyempatkan waktu untukku,
dan saat membelikan peralatan bayi.

air mata mulai bergulir di pelipisku. sayangnya kakakku menoleh ke arahku saat aku menghapus air mata
"dek, kamu ko nangis?"
aku menghapus air mataku, "gapapa kak, makasih ya udah jadi kakak terbaik yang pernah ada di dunia."
"dania...itu emang tugas aku buat jadi kakak kamu, ngeliat adekku seneng itu aku ngerasa, aku punya kebahagiaan tersendiri."
dan kamipun tersenyum, bahagia. sesaat suasana menjadi hening, yang terdengar hanya suara 2 anak kecil yang duduk di samping mamanya.
"tenang don, ntar aku bakalan jagain kamu juga ko dari segala mara bahaya! terutama dari gangguan lelaki hidung belang dan om-om genit!."
"yeee idungnya kakak tuh yang belang!, adek sendiri juga mau digodain, apalagi jadi om-om genit pula ntar malah aku dijual ih amit-amit deh!."
"eeeh masih kecil udah tau yang kaya gitu, ckck bener-bener mirip tante dania kamu itu don."
"sialan kamu kak,"
walaupun aku masih ditempeli banyak selang tetapi aku masih kuat memukul lengan kak charissa
"sakit itu ya sakit aja gausah banyak gaya pake mukul-mukul segala, ga sakit tau. ga kerasa malah."
"SIALAN!."
"hehe jangan marah gitu napa dek, anyway, mau dikasih nama siapa nih?."
"sebenernya mau dikasih nama kaya mama tapi damar ngusulin yang lain, dan aku setuju."
"apa emang?."
"charissa, charissa damarardjo."

satu...dua...tiga...

-donat-

Senin, 28 Maret 2011

Surat Buat Abu

Aku bosan belajar. Capek membaca, menghitung. Aku rindu padanya, aku yakin dia bukan sekedar imajinasi.

"Halo Aladdin, eh Monyetnya Aladdin,
Kamu masih ingat aku? Aku yang waktu itu pernah 'main' ke negerimu, ingat tidak?
Sudah lama sekali rupanya
Aku masih ingat jelas pelangi jelly itu
Aku juga masih ingat rasa awan-awan lembut itu
Terutama monyet monyet yang bergelantungan itu
Terutama permadani merahmu yang empuk itu

Dan aku masih ingat jelas padamu
Wajahmu, surbanmu, baju 1001 malammu, cara tertawamu

Abu, itu namamu kan kamu bilang?
Katamu waktu di atas langit, kamu yang ajak aku
Kenapa kamu tidak langsung muncul?
Kenapa kamu biarkan aku terkatung sendirian?
Sampai kedinginan
Sweater merah tebal itu kamu kan yang kasih?
Hangat sekali, terima kasih

Aku mau tanya sama kamu, boleh ya?
Tapi jangan tertawa seperti dulu
Nanti surbanmu miring lagi, haha

Monyet yang ganteng (jangan besar kepala dulu, aku hanya mencoba mengambil hati),
Kenapa waktu itu aku tiba-tiba ada di bangku cokelat kelasku?
Kenapa alih alih sweater hangat, yang membungkusku malah baju putih abu abu yang kusam?
Kamu mendadak raib
Sosokmu berganti guruku yang galak, kau tahu?
Aku dipaksa mengerjakan soal yang sulit sekali
Aku ingin menangis, tapi temanku malah tertawa

Kamu jahat,
Sudah menyeretku ke dunia menakjubkan, tapi kamu dorong lagi aku kembali

Katamu kamu mengenalku
Tapi aku belum
Kita bahkan berpisah tanpa pamitan
Tunggu, apa artinya kita bisa kembali bertemu?
Tapi dimana?
Apa kali ini kamu yang berkunjung ke dunia normalku?
Bagus! Kalau begitu
Aku akan bilang ayah, ibu, dan kakak
Mungkin kamu bisa mengajariku fisika, kimia, atau matematika
Tentu saja aku bergurau
Kita akan banyak berkeliling, Abu
Nanti kuajak kamu naik motor, bukan permadani terbang
Semoga kamu tidak keberatan

Aladdin imitasi, aku benar-benar pengen ketemu sama kamu lagi
Jadi please, temui aku. Balas suratku"

Kutatap kertas putih bergaris ini. Kututp pena biru kesayanganku. Aku siap mengepos surat, lewat mimpi.


-orange-