Sabtu, 30 April 2011

Tentang Biru


Aku tak pernah membayangkan bisa bertemu orang seperti dia. Mm, apa yang bisa kujelaskan, ya? Dia cukup sulit dirangkai dalam kata. Mungkin kalau diringkas jadi satu kemasan, aku pilih unik. Ya, dia… unik.

Dia bilang namanya Biru. Lucu juga, pikirku saat itu. Tapi, apa sih artinya sebuah nama? Lagipula, dia juga tidak se- biru itu kok.

Gambaran fisiknya? Wah, maafkan aku ya. Aku kurang pandai menggambar. Catat, ‘kurang pandai’, bukan ‘tidak bisa’. Aku bisa menggambarkan Biru dengan huruf-huruf yang kulengkungkan dengan ujung pena. Tidak keberatan? Bagus!

Yang paling menarik dari Biru, adalah matanya. Tajam dan dalam namun tidak kelam. Mengingatkan aku pada samudra yang luas dan (tentu saja) biru. Sayang warnanya bukan biru tapi cokelat gelap. Ups, maksudku bukan sayang. Mungkin cokelat gelap itulah yang membuat Biru… terlihat indah.

Lagaknya yang angkuh dan ketus pasti bukan tanpa sebab. Aku ingin tahu, apa yang menjadikannya begitu.

Biru, Biru, aku ingin tahu semua hal tentangnya. Aku ingin mengintip apa yang ada di kepalanya. Kepala yang diselimuti rambut ikal lembut itu mengingatkan aku pada gumpalan awan. Oh, ya ampun, lucu sekali Biru yang kuceritakan ini.

Aku ingin tahu, mengapa dia sepertinya… tahu siapa aku?

Bicara atau hanya membayangkannya membuat aku rindu pada Biru. Mungkin aku harus ke rumahnya yang berwarna biru itu.

Tunggu sebentar, kurasa aku mendengar pintu rumahku diketuk. Manusia kah? Atau bukan?
Aku mulai begidik.
Aku merasa sedikit gemetar.
Lalu…

“Orange! Kau di dalam? Tolong bukakan pintu, aku kedinginan

Ia berdiri di sana. Di atas kain pembersih kaki milikku. Lihatlah, dia benar-benar menggemaskan!

“Jangan mematung sambil mencatat begitu. Aku butuh minuman hangat secepatnya”

“Ah, maaf. Kebetulan aku sedang menjerang sari jeruk. Mau?”

“Boleh, terima kasih”

Kau dengar apa yang dia ucapkan? Dia bilang terima kasih! Bukankah dia benci kata yang kucintai itu?
Apakah itu artinya…

“Apa sih yang kau tulis?”

“Bukan apa-apa. Hanya catatan belanja. Ada perlu apa ke sini? Tidak biasanya”

“Mau minta minum”

“Sungguh?”

“Ngg, dan aku lihat ada pelangi di ujung sana”

“Yuk, lihat!”

Seandainya saja Biru tahu kalau aku…

-orange-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar